Sabtu, 04 Juni 2016











KUMPULAN ABSTRAK
FILSAFAT ILMU



DEA SEPTIYANI JAYANTI
15020074018 / PC 2015



UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
2016


KAJIAN ONTOLOGIS TEORI MIMETIK

A.   Ada dan Keberadaan Teori Mimetik
Kajian filsafat ontologis merupakan ilmu yang membicarakan tentang keberadaan suatu hal. Dalam hal ini, yang dimaksud tentang keberadaan adalah asal atau ada tidaknya suatu hal, seperti dalam sebuah ilmu sastra terdapat teori mimetik. Teori mimetik merupakan teori yang memandang sebuah prosa fiksi sebagai hasil cipta yang diambil dari bahan – bahan yang diangkat dari semesta atau berdasarkan realita dari penulis atau lingkungan sekitar. Berdasarkan hal tersebut, teori mimetik dalam perspektif ontologis karya sastra merupakan suatu teori yang ada dan diakui keberadaannya. Karena dalam hal ini, ontologis mimetik dibuktikan dengan diambilnya suatu prosa fiksi tersebut dari kehidupan nyata atau realita atau benar –benar pernah terjadi dalam kehidupan tersebut. Ontologis mimetik menurut Plato mimetik atau mimesis merupakan sebuah tiruan kehidupan nyata dari masyarakat yang dalam perkembangan sangat mempengaruhi pikiran dasar realisme di rusia. Sedangkan di sisi lain, Aristoteles berpendapat bahwa mimesis bukan sekadar tiruan, bukan sekadar potret dari realitas, melainkan telah melalui kesadaran personal batin pengarangnya. Mimesis juga merupakan paparan cerita  yang diemban oleh tokoh pelaku tertentu, terjadi di suatu tempat dan waktu tertentu seperti dalam kehidupan nyata yang tidak terikat oleh pelaku, tempat, dan waktu tertentu (Aminuddin,2011:115).

B.   Objek Materia dan Objek Forma
Objek materia merupakan suatu hal yang dijadikan sasaran dari suatu pemikiran. Sedangkan objek forma merupakan cara pandang peneliti terhadap objek materia. Berdasarkan pengertian tersebut, objek materia dari teori mimetik adalah pemikiran yang dambil dari pengetahuan pengalaman dari seorang pencipta atau pengarang yang dituangkan dalam sebuah karya satra prosa fiksi. Sedangkan objek forma teori mimetik adalah pengetahuan yang didasarkan dari pengalaman hidup apresiator atau pembaca prosa fiksi tersebut yang kemudian digunakan untuk meneliti prosa fiksi tersebut berdasarkan pengetahuan pengalaman hidup dari apresiator tersebut.
C.   Tujuan
Dengan berdasarkan sebuah pemikiran ontologi dalam teori mimetik, pembaca suatu prosa fiksi dituntut untuk memahami dan menghayati suatu prosa fiksi dengan membacanya secara terus – menerus dan didasarkan dengan pengetahuan pengalaman hidup pembaca. Sehingga terciptanya suatu horison harapan yaitu diperolehnya suatu pemahaman yang baik dan mendalam terhadap unsur – unsur prosa fiksi yang terdapat didalamnya.

LANDASAN ESPISTEMOLOGI ILMU



LANDASAN ESPISTEMOLOGI ILMU
DEA SEPTIYANI JAYANTI
15020074018/PC 2015
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

            Dalam sebuah kajian filsfat ilmu, Epistemologi sangat berperan penuh dalam kevilitasan sebuah kajian ilmu. Pada umumnya, Epistemologi diartikan sebagai ilmu yang membahas masalah – masalah kebenaran dan teori pengetahuan. Dalam filsafat ilmu, terdapat tiga teori dalam mengungkapkan validitas kajian Epistemologi ilmu, yaitu Teori Korespondensi, Teori Koherensi, dan Teori Pragmatis. Dalam mencari sebuah kebenaran perlu memperhatikan skema dari sebuah disiplineritas keilmuan. Dalamm hal ini yang dimaksud disiplineritas keilmuan adalah tentang pendirian Epistemologi tersebut dalam kajian keilmuan. Menurut pendapat Pyrrho bahwa manusia ketika ingin mengetahui sesuatu membutuhkan dua alat, yaitu indra dan akal. Brameld berpendapat bahwa Epistemologi disiplineritas keilmuan memberikan kepercayaan dan jaminan terhadap guru sehingga guru tersebut juga memberi kepercayaan dan jaminan terhadap muridnya. Dalam teori kebenaran sama halnya dengan validitas kajian keilmuan yang memiliki tiga teori, yaitu Teori Korespondensi, Teori Koherensi, dan Teori Pragmatis.
Berdasarkan hal tersebut, logika dalam Epistemologi sangat berperan penting, karena logika merupakan syarat dari tercapainya pengetahuan yang benar. Selain itu logika juga merupakan objek dari akal yang membahas masalah – masalah ketetapan kerja akal. Untuk memperoleh suatu Epistemologi ilmu, manusia perlu memperhatikan beberapa metodologi keilmuan, yaitu asal dari sebuah ilmu pengetahuan tersebut, batas- batas kelimuan, strukturnya, dan yang terakhir adalah keabsahannya. Dalam suatu kajian Epistemologi keilmuan, terdapat satu tokoh yang sangat berperan penting dalam sebuah aliran strukturalisme, yaitu Ferdinand de Saussre yang dijuluki sebagai Bapak Strukturalis. Dimana Saussure disini juga lebih mengutamakan teori semiotika atau ilmu tentang tanda.

Daftar Acuan:
Endraswara,Suwardi.2015.Filsafat Ilmu (edisi revisi).Yogyakarta:Caps.
Endraswara,Suwardi.Filsafat Sastra Hakikat, Metodologi, dan Teori.Yogyakarta:Layar Kata.
Noth, Winfried.2006. SEMIOTIK:Airlangga University Press.
Pramono, Made. 2005. FILSAFAT ILMU (Kajian Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Ilmu): Unesa University Press.

Mereferensi dari Berbagai Pustaka tentang Landasan Aksiologi Ilmu Bahasa meliputi Sistematika/Ilmu, Dampak/Hasil, Aturan, Aestetika, dan Politik Ilmu.



Mereferensi dari Berbagai Pustaka tentang Landasan Aksiologi Ilmu Bahasa meliputi Sistematika/Ilmu, Dampak/Hasil, Aturan,  Aestetika, dan Politik Ilmu.
Dea Septiyani Jayanti
15020074018/PC 2015
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

            Menurut bahasa Yunani aksiologi berasal dari perkataan axios yang berarti nilai dan logos yang berarti teori (ilmu). Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat, aksiologi merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial, dan agama. Berdasarkan hal tersebut, aksiologi dalam pandangan sastra mempunyai sebuah landasan dasar aksiologi sastra yang berarti sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan sastra yang diperoleh, seberpa besar sumbangan ilmu sastra bagi kebutuhan umat manusia. Dalam hal ini, sistematika dri sebuah ilmu sastra dapat kita lihat dari asumsi aksilogi sastra yang pada dasarnya mengajak pembaca menemukan kebenaran sastra ke arah nilai. Sistematika aksilogis sastra dimulai saat ilmu sastra mengajak pembaca menemukan aspek dalam kebenaran sastra itu. Dimana aksiologi tersebut mengajak pembacanya meamahami masalah benar dan salah tentang kehidupan. Aksiologi sastra mempunyai dampak yang begitu besar dalam menata hidup ini dengan berbagai pandangan etis yang menghasilkan etika dan moral senantiasa menjadi sentuhan penting dalam sastra. Dalam hal ini, aksiologis sastra memiliki sebuah aturan dimana sastra harus sesuai dengan kaidah nilai estetis, etika, dan moral yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Selain sebagai dunia rekaan dan dunia refleksi, sastra ternyata juga bisa dikatakan sebagai sebuah dusta, yaitu dusta dalam dirinya sendiri. Aksiologi sastra, jika dipandang dari segi aestetikanya merupakan sebuah ilmu filosofis yang mempelajari tentang seni, keindahan, dan nilai – nilai artistik yang mengandung sebuah nilai kehidupan yang sangat tinggi. Dalam hal ini, aksiologi sastra sering digunakan sebbagai acuan politik oleh para pengarang dalam mengkritik dan membangkitkan politik ilmu dalam bidang kesusatraan.

Daftar Acuan:
Endraswara,Suwardi.2015.Filsafat Ilmu (edisi revisi).Yogyakarta:Caps.
Endraswara,Suwardi.Filsafat Sastra Hakikat, Metodologi, dan Teori.Yogyakarta:Layar Kata.
Pramono, Made. 2005. FILSAFAT ILMU (Kajian Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Ilmu): Unesa University Press.

Mengidentifikasi Berbagai Aliran dan Tokoh Ontologi Keilmuan



Mengidentifikasi Berbagai Aliran dan Tokoh Ontologi Keilmuan
Bidang Ilmu Bahasa
Dea Septiyani Jayanti
15020074018/PC 2015
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

            Dari bahasa merupakan teori yang terdapat dalam linguistik, yang menggambarkan struktur dan sistem bahasa pada umumnya. Pada abad ke-20 terdapat beberapa aliran tentang teori bahasa, diantaranya empirisme logis. Dalam aliran ini bertujuan untuk membersihkan filsafat dari apa yang mereka sebut dengan spekulasi metafisik dimana mereka menganggap penting kepada pengalaman bahasa yang ada, yang kemudian menerapkan logika formal modern dalam memahami bahasa itu. Aliran ini mempunyai tokoh yang sangat dominan, yaitu Carnap. Terdapat pula sebuah aliran strukturalisme yang memandang tentang beberapa hal yang di anggap penting seperti, seperti definisi bahasa yang dibagi menjadi lima definisi, salah satunya adalah bahasa itu ialah suatu sistem yang dipelopori oleh Ferdinand De Saussure.
            Dalam pandangan Katz seorang filsuf bahasa sebaiknya menggunakan teori bahasa yang dihasilkan oleh para sarjana bahasa dalam lingusitik deskriptif sebagai sumber studinya. Teori bahasa menggunakan teori yang terdapat dalam linguistik yang menggambarkan struktur dan sistem bahasa pada umumnya. Dalam sebuah argumen Katz mengatakan bahwa filsafat yang baik seharusnya  berdasarkan pemahaman yang baik, sepertinya halnya filsafat bahasa seharusnya berdasarkan pada teori bahasa yang dikembangkan dalam ilmu linguistik deskriptif. Sehingga ditemukan sebuah bukti yang di ambil dari para sarjana bahasa dalam ilmu linguistik deskriptif yang dapat dipahami oleh pengetahuan konseptual dengan melalui bahasa yang seharusnya berdasarkan pemahaman bahasa yang telah dibuat.
            Secara ontologis dapat disimpulkan bahwa teori bahasa mempunyai objek materia yang berupa bahasa itu sendiri dan objek forma yang berupa ilmu linguistik deskriptif. Hal itu bertujuan untuk mendeskripsikan suatu bahasa berdasarkan pemahaman bahasa yang telah dibuat sehingga mudah dipahami.

Daftar Acuan :
Endraswara,Suwardi.2015.Filsafat Ilmu (edisi revisi).Yogyakarta:Caps.
Foucault, M.2007.Order of Thing: Arkeologi lmu – llmu Kemanusiaan. Priambodo, P. Dan Boy, P. (a.b.) Yogayakarta:Pustaka Pelajar.
Poedjosoedarmo, Soepomo. 2003. Filsafat Bahasa.Surakarta:Muhammadiyah University Press.
Popper, K. 2008. Logika Penemuan Ilmiah. Pasaribu, S. dan Sastrowardojo, A. (a.b) Yogyakarta:Pustaka Pelajar.